Romantika Dua Saudara-04
Dia pun naik ke ranjang dan menutup kelambu yang tersingkap, kemudian
kembali dia merangkak ke atasku. Dia merendahkan pinggulnya dan mulai
kurasakan sentuhan benda panasnya itu pada selangkanganku. Kemudian dia
menindihku rapat sekali hingga dadaku dihimpit oleh dada bidangnya.
Tangannya bergerak ke bawah menggapai pahaku dan menyibakkan pahaku
yang tadi kurapatkan hingga kurasakan pinggulnya berlabuh di antara dua
pahaku.
Terasa kitangnya semakin menekan epotku dan dia tidak henti-hentinya
menggesekkan pahanya dengan pahaku. Selanjutnya dia mengangkat dadanya
dan mengubah posisi sehingga kurasakan ada sesuatu yang menusuknusuk
epotku. Epotku yang sudah basah karena campuran lendir dan ludahnya
itu, kembali dicucuk-cucuk dan kemudian dia diam sejenak. Sebentar
kemudian dia menekan lagi hingga kurasakan ada benda yang mau memasuki
liang epotku. Benda itu menyundul-nyundul lubang milikku itu.
"Abang akan masukkan obat ke dalam diri kamu, kamu harus bantu
Abang dan jangan takut. Kamu tenang saja dan rasakan saja jika nanti
agak sakit katakan pada Abang tapi jika enak nikmati saja," katanya
setengah berbisik di sela-sela nafasnya yang bergemuruh.
Aku tetap diam menunggu apa yang akan dilakukannya. Aku terus terang
merasakan kenikmatan ketika benda miliknya itu menyentuh bibir epotku.
Kemudian dia mulai lagi menggerak-gerakkan pinggulnya dan terasa
kitangnya tepat persis di liang milikku, dia mulai mendorongnya sedikit
dan aku merasakan bibir epotku telah menjepit benda itu. Dia
mendiamkannya sambil mengatur posisi tubuhnya dengan bertumpu pada
sikunya. Kemudian lidahnya dijulurkannya ke mulutku dan terus
dilumatnya bibirku. Cukup lama juga dia melumat bibirku hingga
membuatku terangsang kembali.
Seketika kemudian pinggulnya ditekannya hingga kitangnya terbenam lagi
sedikit dan aku merasa agak perih di sekitar epotku. Otot-otot epotku
bereaksi menerima masuknya benda asing itu walaupun mungkin baru
ujungnya saja yang masuk. Dia kembali terdiam seperti membiarkan aku
merasakan benda itu. Kemudian aku merasakan kegelian yang amat sangat
ketika dia menjilat-jilat telinga kiriku dan kadang-kadang ujung
lidahnya menjolok-jolok lubang telingaku. Entah berapa lama pula dia
merangsangku dengan cara demikian dan kemudian dia berpindah pula ke
telinga kananku.
Posisinya rapat menindih tubuhku, tangannya diletakkan di bawah
kepalaku dan kurasakan kepalaku diangkat-angkat olehnya. Sepertinya dia
sangat geram sekali dengan aku. Rangsangan demi rangsangan itu
membuatku betul-betul terlena hingga tidak sadar pinggulku kugerakkan
ke kiri dan ke kanan. Menikmati gerakan-gerakanku itu, Bang Atin malah
semakin gencar melumat-lumat telingaku, bibirku, hidungku dan juga
pipiku tidak luput dari sapuan lidahnya. Pada saat aku begitu terlena,
dengan kuat ditekannya pantatnya hingga membuatku terkejut karena
kurasakan ada benda panas yang menerobos epot ku.
"Auuw.. Ohh," teriakku.
"Maaf, sayang, Abang mau memasukkannya. Nanti akan terasa enak," katanya.
Kemudian semua hening dan terdiam hanya suara nafas kami saja yang
terdengar. Bang Atin membiarkan kitangnya terbenam, mungkin belum
separuh miliknya masuk, agar epotku mulai menyesuaikannya. Aku masih
merasakan perih dan pedih pada bibir epotku. Kemudian Bang Atin mulai
lagi menjilat-jilat leherku dan kembali mengulangi lagi
lumatan-lumatannya pada bibir, telinga dan semua wajahku tidak luput
dari lidahnya. Aku tentu saja kembali dilanda birahi yang amat sangat,
sehingga dengan tidak sadar seluruh tubuhku bergerak bergetar serta
pinggulku kembali meliuk-liuk dan aku pun merasakan gerakan tubuh Bang
Atin di atasku menggesekkan perut dan dadanya pada tubuhku.
Sungguh suatu perasaan yang luar biasa sekali. Aku merasakan otot
epotku mulai meremas-remas kitang Bang Atin, keadaan ini sangat nikmat
sekali. Aku berharap Bang Atin menggerak-gerakkan kitangnya, tetapi dia
malah diam saja. Namun rangsangan yang kuterima dari cumbuan-cumbuannya
cukup membuat tubuhku menggelinjang hebat hingga sampai aku merasa
tubuhku menegang dan pinggulku bergerak liar dan kembali kenikmatan
orgasme mulai melandaku.
Ketika aku tengah menikmati denyutan orgasme itu dengan tiba-tiba aku
terkejut dan menjerit, "Auuww, sakiit, oohh," teriakku kuat.
Kurasakan ada sesuatu yang membelah selangkanganku dan merobek alur
epotku. Rupanya Bang Atin menunggu kesempatan ini untuk memasukkan
miliknya. Menunggu aku lupa dengan benda yang menunggu di pintu epotku
itu. Alangkah perihnya lubang epotku saat itu dan aku merasa ada yang
robek. Ketika kulihat ke bawah ternyata pinggul kami sudah menyatu.
Bang Atin malah mencari-cari bibirku untuk mendiamkan suaraku dan
langsung melumatnya.
Tetapi rasa perih dan pedih itu belum hilang ketika kurasakan Bang Atin
mulai menggerak-gerakkan kitangnya di dalam milikku. Mulanya dia hanya
gerakkan sedikit saja ke atas dan ke bawah, namun kemudian dia
menariknya dan ditekan lagi sedikit. Aku menggigit bibir menahan sakit
karena tidak terbiasa menerima benda itu. Semakin lama dia semakin
gencar mendorong dan menarik milikknya keluar masuk milikku. Kadang
ditekannya kuat-kuat dicabutnya perlahan, kemudian ditekan lagi dengan
cepat dan ditariknya dengan cepat pula.
Aku merasa milikku itu menguncup dan mengembang seiring keluar masuknya
milik Bang Atin. Aku belum bisa menikmatinya karena keterkejutan tadi.
Kitang Bang Atin semakin cepat keluar masuk menghajar epotku.
Kadang-kadang dia pelintir-pelintir ke kiri dan kanan sehingga rasa
perih masih tetap terasa. Kemudian dengus nafasnya semakin cepat saja
dan kurasakan tubuhku terasa remuk diobrak-abriknya. Pinggulnya
menghantam selangkanganku dengan keras dan bertenaga sekali sehingga
bunyi ranjang berderit-derit tak beraturan. Kelambu pun bergoyang
goyang.
Aku hanya sanggup mengaduh menahan sakit, aku tidak berani menjerit.
Tidak berapa lama Bang Atin mengobrak-abrik epotku dengan kitangnya
akhirnya dengan gerakan yang kuat sekali kurasakan tubuhnya menghimpit
dadaku dan pinggulnya menekan rapat selangkanganku hingga aku sesak.
Ketika itulah kurasakan cairan panas menyemprot dalam epotku.
"Ahh, ahh, Abang telah masukkan obatnya," katanya dengan nafas sesak.
Kemudian kitangnya masih terus mengeluarkan cairan itu sambil
berdenyut-denyut. Aku merasakan cairan itu meleleh ke bibir epotku. Dia
masih mendiamkan kitangnya dalam epotku namun aneh aku masih ingin
benda itu tetap di dalam. Padahal tadi aku sangat kesakitan sekali. Aku
merasakan rangsangan aneh sejak cairan tadi (sperma) menyemprot ke
dalam epotku, mungkin aku bergairah kembali. Bang Atin mulai mencabut
kitangnya sedikit demi sedikit, tetapi aku sebenarnya tidak rela, namun
aku pasrah saja. Bang Atin pun berguling ke samping. Nafasnya masih
berbunyi berat.
Kemudian dia tersenyum padaku. Kemudian dia mengatakan bahwa dia senang
mengobatiku dan nanti pengobatannya akan dia lakukan lagi. Kemudian aku
meraba selangkanganku dan terasa cairan yang sangat banyak sekali. Aku
mencoba melihatnya dan aku terkejut karena warnanya bercampur antara
putih dan merah darah. Aku kaget dan muncul rasa takut. Namun Bang Atin
mengetahui perasaanku. Dia menenangkanku dengan mengatakan bahwa itu
biasa saja karena aku masih perawan. Dia katakan bahwa orang perawan
kalau dilakukan pengobatan akan mengeluarkan darah sedikit.
Kemudian dia mengambil selembar kain dan mengelap cairan dan darah yang
ada di selangkanganku setelah itu dia pun mengelap cairan yang ada pada
kitangnya. Aku melihat kitangnya sudah tidak sebesar tadi lagi.
Kemudian dia mencium pipiku kiri dan kanan.
"Abang keluar kamar dulu, ya? Kamu tunggu saja di sini dan tidurlah!" bisiknya.
Dia mengambil handuk dan menyelimuti tubuhku kemudian dia
menyingkapkan kelambu dan terus memakai sarung dan singlet. Setelah itu
dia berjalan ke pintu dan membukanya serta terus keluar. Kudengar
langkah-langkahnya menuju ke perigi belakang rumah. Tidak berapa lama
terdengar suara guyuran air, mungkin dia mandi setelah melakukan
pengobatan tadi kepadaku. Aku masih menerawang membayangkan apa yang
telah kami lakukan, sayang Kakak Antan tidak mengetahuinya karena saat
ini mungkin dia masih tidur.
Aku menjadi orang yang benar-benar bingung, bahwa seperti mimpi rasanya
menikmati pengobatan tadi dengan perasaan yang senikmatnikmatnya namun
kemudian malah berganti dengan rasa perih yang sangat dan saat ini aku
masih menginginkan kitang Bang Atin memasuki milikku. Namun akhirnya
karena keletihan tersebut aku tertidur. Entah berapa lama aku tertidur,
sampai sayup-sayup kudengar suara percakapan dua lelaki di luar.
Kudengar suara kakakku berbincang-bincang dengan Bang Atin. Kakakku
menanyakan keadaan pengobatanku dan Bang Atin menjawabnya dengan
mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan akan segera sembuh.
Kudengar Bang Atin mengatakan bahwa pengobatannya masih ada 2 hari lagi
dan selanjutnya nanti biar kakakku yang meneruskan. Setelah beberapa
lama tidak ada lagi suara mereka yang kudengar. Kemudian kulihat pintu
kamar terkuak dan dari balik pintu muncul Bang Atin dengan memakai kain
sarung dan singlet, kemudian dia masuk dan menutup pintu kembali.
"Klik," kudengar suara pintu dikunci.
Bang Atin menyibakkan kelambu dan naik ke ranjang kemudian dia
langsung berbaring di sampingku. Sekilas kulihat dia tersenyum sambil
membuka singletnya dan setelah itu dia miring menghadapku. Dia menatap
wajahku dengan pandangan lembut yang penuh arti, seperti pandangannya
saat mulai mencumbuiku beberapa waktu yang lalu. Aku hanya memandangnya
dengan mata sayu. Kemudian dia mengelus pipiku dan membelai rambutku.
"Kakakmu sudah tidur. Katanya dia baru kali ini dapat tidur nyenyak
seperti ini," kata Bang Atin menceritakan kakakku, Antan. Memang selama
ini aku dan kakakku tidur hanya di beralaskan tikar lusuh saja.
"Kamu tidak tidur ya? Apa kamu lapar, Munah? Atau kamu mau minum?" tanya Bang Atin kepadaku.
"Aku mau buang air, Bang," jawabku.
"Baiklah. Sekarang Abang antar kamu ke belakang," tawar Bang Atin.
Tangan Bang Atin menarik lenganku dan mendudukkanku, kemudian dia
membelitkan handuk di pinggangku. Diambilkannya bajuku dan disuruhnya
kupakai. Aku menurutinya dengan patuh. Selanjutnya ditariknya tanganku
untuk turun dari ranjang. Dia menyibakkan kelambu dan terus
membimbingku menuju pintu. Aku merasakan perih di selangkanganku yang
masih belum hilang. Ketika berjalan aku masih tertatih-tatih dan
terpincang-pincang. Di ruang tengah memang kulihat Kak Antan tertidur
pulas dengan suara dengkurnya.
Bang Atin rupanya telah menyelimutinya sehingga pantas Kak Antan
tertidur nyenyak. Setelah sampai ke perigi aku mengambil segayung air
dan mulai buang air. Terasa pedih epotku ketika disirami oleh air
kencingku. Mungkin luka karena kitang Bang Atin tadi masih membekas dan
belum hilang. Kemudian aku menyiramnya dan semakin terasa perih dan
pedih terkena air yang dingin itu. Aku harus menahan rasa itu. Bang
Atin menyodorkan sabun kepadaku dan menyuruhku menyabun selangkanganku.
Aku mulai mengoleskan sabun dan rasa pedih terpaksa kutahan.
"Kamu harus bersihkan dulu, karena nanti Bang Atin akan obati lagi," katanya.
Aku tersentak dan terbayang olehku kitang Bang Atin pasti akan
mengobrak-abrik lagi epotku yang perih ini. Aku hanya mampu menurut karena aku harus sembuh. Setelah selesai Bang Atin kembali membimbing tanganku untuk kembali ke kamar. Sambil berjalan masih sempat ku melirik kakakku yang tertidur. Bagaimana reaksi kakakku nanti
seandainya dia tahu Bang Atin mengobatiku seperti itu.